الأحد، 27 أكتوبر 2013

cERPEN tAK jUARA

Ini cerpen ku yang gak juara dalam kompetisi writing yang adain Rohto. Ya sambil belajar menulis gpp gak juara juga. judulnya LOVELY QUINTA. Cekidot..


Secara fisik Quinta bertubuh besar, badannya tinggi dan gemuk tapi dia cantik. Hanya karena gemuk saja wajahnya terlihat bulat. Secara kepribadian dia baik, tulus dan pintar. Tak heran  ia menjadi juara kelas. Sepertinya Quinta lebih pintar dibandingkan dengan aku.
Quinta adalah sahabatku. Sejak duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama aku dan Quinta menjalin persahabatan. Persahabatan aku dan dia sangat erat. Hingga aku  menganggapnya seperti saudara. Tidaklah sulit untuk berteman dengan Quinta karena dia orangnya supple alias mudah akrab dengan siapapun.
Persahabatan aku dan Quinta semakin dekat kala masuk kelas 3 SMP. Saat itu aku dan Quinta mempunyai pandangan berbeda, Quinta ingin masuk SMU favorit didaerahnya sedangkan aku  ingin masuk SMU favorit diluar daerah. Karena itu kami semakin dekat karena aku yakin jika aku nanti akan berpisah dengannya. Tak hanya itu, kedekatan aku dan Quinta juga terjalin karena Quinta yang menginjak pubertas. Ia sudah mulai merasakan apa arti cinta. Quinta selalu bercerita tentang Fredy si pemain basket. Sekolah kami kedatangan tim basket dari Sekolah Menengah Umum. Sengaja didatangkan untuk memotivasi murid SMP disekolahku. Disanalah  pertama kali Quinta melihat Fredy. Quinta bertanya kepadaku  mengenai Fredy. Ya tanggapanku standar saja karena memang Fredy jago bermain basket dan berpostur tinggi berkulit gelap.
Sepertinya rasa suka Quinta pada si pemain basket itu semakin tak terbendung. Quinta semakin sering membicarakan Fredy. Quinta si kutu buku itu sedang puber. Ia yang biasanya membicarakan  mata pelajaran, tak terdengar lagi. Yang dibicarakan selalu saja mengenai basket. Hingga ia mengikuti ektra kulikuler basket hanya untuk mencari peluang agar dapat bertemu kembali dengan Fredy.
Quinta mengajakku untuk menemaninya masuk tim basket. Dengan senang hati aku ikut tim sambil aku belajar mengenai banyak hal tentang olahraga basket. Kami pun dengan gembira mengikuti ektra kulikuler tersebut. Sedangkan Quinta sangat terlihat jelas sekali ia giat berlatih dengan sungguh-sungguh untuk menarik perhatian Fredy jikalau nanti bertemu kembali. Selama Quinta masih konsen pada pelajarannya aku rasa wajar saja. Aku tak bisa memberi komentar kepadanya karena aku belum mengalami pubertas.
Setiap minggunya Quinta mengalami perubahan drastis. Ia semakin menguasai tehnik dalam bermain basket. Tak pernah terpikir olehku untuk menjadikan Quinta sebagai sainganku dalam segala hal. Aku juga tidak pernah merasakan iri jika Quinta melebihi kemampuanku. Karena aku rasa pertemanan lebih menguntungkan dari pada persaingan. Quinta tak pernah pelit ilmu. Ia selalu saja mendiskusikan apa yang aku tidak tahu dan begitupun sebaliknya.
Dalam waktu tiga bulan berlatih akhirnya sekolah kami mengadakan acara pertandingan persahabatan dengan Sekolah Menengah Umum. Diantaranya dengan sekolah dimana Fredy belajar. Quinta sangat senang mendengar kabar itu. Ia semakin giat saja berlatih basket.
Pertemuan  kedua dengan Fredy terlaksana jua. Namun posisinya berbeda. Saat pertama kali bertemu aku dan Quinta hanya sebagai penonton pertandingan. Untuk yang kedua kali aku dan Quinta menjadi pemain yang akan bertanding dengan kakak kelas yang badannya tentu lebih tinggi dari aku dan Quinta. Tapi itu tidak mengurungkan semangat untuk tetap fokus pada pertandingan. Apalagi Quinta yang notabene sedang mengincar Fredy. Aku tak tahu apa yang akan dilakukan Quinta nanti saat pertandingan usai.
Dengan semangat Quinta menunjukan kemampuannya bertanding. Meski hanya pertandingan persahabatan aku yakin Quinta bisa membuat penonton berdecak kagum. Alhasil Quinta banyak mencetak poin. Dengan keringat bercucuran karena kelebihan  lemak  ia tetap total sampai akhir pertandingan. Skor terakhir unggul tim aku dan Quinta.
Setelah pertandingan selesai giliran aku dan Quinta menyaksikan pertandingan tim basket pria. Ini dia yang ditunggu-tunggu. Dengan seksama aku lihat Quinta sangat memperhatikan gerak gerik Fredy yang  kala itu sedang bermain basket. Aku bertanya pada Quinta saja ia tidak mendengarkan ucapanku saking konsentrasi melihat pujaan hati berlaga. Hingga detik pertandingan berakhir Quinta tidak berucap sepatah kata. Aku heran dibuatnya. Sedahsyat itukah pubertas? Cintanya Quinta pada Fredy? Namun aku tidak melihat  keberanian Quinta disini. Aku pikir Quinta akan mendekati Fredy dengan pura-pura berbicara maengenai pertandingan. Ternyata  tebakanku salah. Quinta hanya menitipkan salam melalui temannya yang ia rasa dekat dengan Fredy. Ah Quinta ternyata hanya sebatas itu keberaniannya menghadapi pria yang ia sukai.
Waktu berlalu begitu cepat. Pertemuan kedua dengan Fredy itu menjadi pertemuan terakhir dengan Quinta. Kedepannya tidak adalagi pertandingan persahabatan karena sudah dekat dengan ujian kelulusan. Berbulan bulan Quinta tidak pernah lagi membicarakan Fredy. Aku berusaha tanya langsung pada Quinta mengenai kabar perasaannya terhadap Fredy. Ia hanya menjawab nanti juga tahu sendiri. Aku semakin bingung saja dibuatnya.
Banyak teman sekolah yang mengetahui bahwa Quinta menaruh  hati pada Fredy karena bahasa tubuh Quinta. Apalagi teman satu tim selalu mengolok-olok Quinta dan Fredy saat bertanding persahabatan waktu itu. Sampai pertandingan itu berakhir pun Quinta masih jadi bahan olokan  teman-teman satu  tim. Quinta cuek saja sambil tersipu malu. Lalu tiba-tiba Quinta mengajakku menghampiri ketua tim kami, yaitu Nina. Nina adalah orang yang ia titipkan salam untuk Fredy. Rencananya Quinta mau bertanya tanggapan Fredy atas titipan salam dari Quinta. Kemudian Nina menjawab,
“ Kamu mau tahu apa yang Kak Fredy bilang mengenai salam darimu? Aku takut kamu sakit hati”
Aku semakin penasaran saja apa yang sebenarnya terjadi. Aku juga takut Quinta kecewa. Tak lama Quinta menjawab dengan nada cuek,
 “Kenapa harus kecewa? Biasa saja” ucapnya.
“Fredy sebenarnya malu karena sudah tersebar gosip bahwa Quinta menyukai Fredy. Fredy bilang Quinta bukan tipe perempuan yang ia suka karena badan Quinta gemuk.” Ucap Nina.
Aku serasa disambar petir mendengar  ucapan Nina, apalagi Quinta. Bagaimana perasannya setelah mendengar perkataan  Nina? Aku terus menatap wajah Quinta. Diraut muka dinginnya, tampak garis kekecewaan. Ya Tuhan, aku tak sanggup mendengarnya. Sebagai sahabat aku tak pernah mendengar Quinta disakiti.
Tak lama aku mengajaknya pulang. Sepanjang perjalanan Quinta tak berucap sepatah kata. Aku coba mencairkan suasana hati dengan bercerita lucu dan ia masih merespon candaanku.
Sampai didepan rumah Quinta, aku dibujuknya untuk menginap dan kebetulan  besok hari libur sekolah. Karena orangtua aku dan Quinta juga sudah sama-sama tahu jadi orangtuaku memperbolehkan menginap untuk yang pertama kali aku diperbolehkan menginap dirumah teman.
Menjelang malam Quinta mengajakku untuk membuat prakarya. Tapi aku dan Quinta kekurangan bahan lalu kami pergi ke toko buku untuk membeli bahan. Sampai dirumah aku dan Quinta melanjutkan prakarya tersebut. Aku heran  kenapa tidak mendiskusikan terlebih dahulu. Quinta hanya menyuruhku meneruskan  pekerjaan yang polanya dibuat oleh Quinta. Ya aku  ikuti saja kemauannya. Setelah beberapa menit berlalu, Quinta mulai berbicara sesuatu mengenai Fredy. Ternyata Quinta mau memberikan sesuatu pada Fredy yaitu  prakarya yang sedang aku dan Quinta kerjakan. Prakarya itu berupa guntingan-guntingan karton berwarna pink dengan bentuk love kemudian  pada tengah-tengah guntingan love tersebut diberi hurup dan  disambung memanjang. Setiap bentuk love ia sambungkan menjadi rangkaian  love yang bertulisan “Fredy I love you.”
Aku sempat tak setuju dengan tulisan  itu. Kemudian Quinta berdalih bahwa ia ingin Fredy tahu jika Quinta tak hanya sekedar suka padanya, tapi ia ingin menunjukan bahwa Fredy itu cinta pertamanya. So sweet. Aku salut pada Quinta. Pantas saja ia mengajakku menginap. Ternyata ia membutuhkan bantuanku untuk membuat prakarya itu. Jika aku diposisi Quinta mungkin aku sudah menangis sendirian dikamarku. Aku mungkin tak sanggup menerima kenyataan  pahit dan aku belum siap untuk itu. Malam semakin larut akhirnya prakarya itupun beres. Kami pun bergegas tidur.
Pagi hari, Quinta dan aku pergi  mencari rumah Fredy. Ya ampun Quinta, aku bingung dengan tingkahmu ini. Apalagi yang akan ia lakukan jika bertemu dengan Fredy! Quinta berharap bertemu Fredy dan memberikan prakarya itu. Sebagai sahabat aku mau saja ikut bersamanya tapi aku takut Quinta kecewa untuk yang kedua kalinya. Aku tak tega melihat dan mendengar kata-kata yang menyakiti perasaan sahabatku. Mau bagaimana lagi aku harus menemani Quinta mencari rumah Fredy. Dalam hati kecilku berharap agar Quinta tegar menerima apapun yang terjadi nanti.
Tidak sulit mencari rumah Fredy karena Quinta sudah mengetahui alamat Fredy dari Nina. Setelah aku dan Quinta berada didepan  rumah Fredy, Quinta diam sejenak dan kemudian memencet bel rumah Fredy. Tiba-tiba ada perempuan separuh baya membukakan pintu gerbang kemudian bertanya, “ mau cari siapa”? ucap perempuan itu.
“Saya mau bertemu Kak Fredy. Kak Fredy nya ada?”  Tanya Quinta.
“Oh Fredy nya lagi keluar, tidak ada dirumah” jawabnya.
Tak lama Quinta memberikan perempuan itu prakarya yang sudah dibungkus amplop besar untuk disampaikan kepada Fredy. Setelah itu kami pergi tanpa masuk terlebih dahulu kerumah Fredy.
Dalam perjalanan  menuju rumah Quinta. Quinta bercerita bahwa itu terakhir kalinya ia  menyimpan rasa untuk Fredy. Quinta sudah tidak mau memikirkan Fredy lagi. Dengan mengungkapkan isi hatinya melalui prakarya itu, hati Quinta sudah lega. Aku baru mengerti maksud dan tujuannya. Lalu ia membicarakan ujian  yang tinggal menghitung hari. Aku juga berpesan pada Quinta untuk tetap belajar meraih cita-cita.
Aku dan Quinta mulai fokus pada pelajaran, hingga ujian  tiba kami tetap bersama-sama. Setelah beberapa hari mengikuti ujian akhirnya tiba pada hasil pengumuman ujian. Dengan hati yang berdebar-bedar takut kecewa dengan hasil yang kurang memuaskan, aku dan Quinta tak henti berdoa. Dan akhirnya Quinta lulus diterima di SMU favorit dan aku lulus diterima di SMU favorit yang berbeda. Aku senang sekaligus sedih karena harus berpisah dengan Quinta. Namun Quinta meyakinkanku bahwa persahabatan kami tidak akan putus karena jarak yang memisahkan.
Seiring waktu berjalan  tak terasa tiga tahun aku tidak bertemu dengan Quinta. Mungkin Quinta sudah lupa padaku karena tidak ada komunikasi selama tiga tahun. Aku dan Quinta sibuk dengan lingkungan  yang baru. Dan tidak pernah ada kesempatan untuk bertemu ataupun berkomunikasi. 
Suatu hari ketika aku sedang mendaftar ke perguruan tinggi tiba-tiba aku bertemu orangtua Quinta dan memintaku untuk datang kerumah karena kebetulan Quinta sedang ada dirumah. Ia juga sedang mendaftar ke perguruan tinggi. Mudah-mudahan saja aku dan Quinta menjatuhkan pilihan pada kampus yang sama sehingga aku dan Quinta bisa bersama seperti dulu. Aku senang mendengar Quinta ada dirumah. Ini kesempatanku untuk bertemu dengan Quinta untuk itu aku bergegas ikut dengan orangtua Quinta untuk bertemu sahabatku.
Tiba dirumah aku langsung merangkul Quinta dan bercanda tawa. Begitu bahagianya bisa dekat kembali dengan sahabatku. Namun ada yang sangat aneh dipenglihatanku, Quinta menjadi langsing. Badannya sudah tidak gemuk lagi, pipinya sirus tidak bulat seperti dulu. Quinta tampak cantik sekali, aku pangling dibuatnya. Quinta juga memelukku erat dan sejenak aku dan Quinta berbincang menanyakan kabar masing-masing, bagaimana kehidupan berlangsung ketika aku dan Quinta saling berjauhan dan tidak ada komunikasi sama sekali.
Saking serunya aku dan Quinta bercerita, ada sosok yang terlupakan. Sesosok pria tampan berkulit putih sedang duduk disofa. Terlihat pria itu memandangi aku dan Quinta. Quinta mengajakku untuk duduk disofa kemudian berkenalan dengan pria tersebut dan ternyata pria itu adalah  pacar Quinta. Tambah terkejut aku oleh hal-hal baru  yang dialami Quinta. Ternyata banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi pada Quinta, hanya satu ia tidak berubah, ia masih menganggapku sebagai sahabatnya.  
Pria itu lalu bercerita padaku mengenai dirinya yang baru pertama kali berkunjung kerumah Quinta dan juga bercerita mengenai aku karena Quinta bercerita banyak tentang aku yang bersahabat sejak duduk dibangku SMP. Bangga sekali mendengarnya. Ternyata Quinta tidak pernah melupakanku meski jarak terbentang.

Tak lama pria itu pamit. Setelah pria tersebut diantarnya sampai pintu gerbang, Quinta menghampiriku dan bercerita tentang dirinya yang giat berolahraga untuk melangsingkan badan. Dalam satu  minggu Quinta berolahraga sebanyak 2 kali.  Quinta tdak megurangi makan atau diet tapi ia giat berolahraga saja. Aku pikir Quinta diet dengan mengurangi makan atau minum obat pelangsing ternyata rahasia langsingnya hanya berolahraga secara teratur. Lalu ia bercerita tentang sesosok pria tampan tadi. Pria itu adalah alumni di SMU dimana Quinta sekolah. Ia pemain basket juga, tepatnya pelatih basket tim Quinta di SMU. Dari cerita yang singkat itu saja aku sudah bisa menebak mungkin saja pria tadi itu adalah teman angkatan Fredy. Karena SMU favorit Quinta adalah tempat dimana Fredy sekolah. Dan ternyata tebakanku benar. Pria tersebut adalah angkatan Fredy. Satu  tim basket juga dengan Fredy. Saat kami dulu bertanding dengan sekolahnya, pria tersebut tidak terlihat karena sedang cedera kaki. Menurut cerita Quinta, ia sama sekali tidak tahu jika pelatih basketnya adalah angkatan Fredy. Setelah sering bertemu dengan pria tersebut, cintapun bersemi. Quinta menerima cinta pelatih basket itu. Kemudian kesempatan bertemu Fredypun ada. Namun Quinta dikenalkan oleh pelatih basket itu pada Fredy yang notabene mereka bersahabat juga seperti persahabatanku dan Quinta. Quinta pura-pura tidak tahu saja. Seperti orang baru kenal padahal Fredy adalah cinta pertamanya yang menyakitinya. Sekarang Quinta sudah  punya pacar yang lebih segala-galanya  dari Fredy. Itulah yang diceritakan Quinta padaku. Ia tetap semangat menghadapi kenyataan pahit dan berakhir dengan indah.

هناك تعليق واحد:

  1. Tak juara bukan berarti tak indah. Bisa saja karena tidak sesuai tema, tak sejalur dengan pola pikir dan kecenderungan dewan juri. Contohnya cerpenku yang tak jadi juara dalam lomba tingkat lokal, ternyata juara favorit di LMCR 2013 kategori C.

    ردحذف

Featured Post

Synopsis Movie Hollywood , THE SCARS

Popular Posts