الأحد، 27 أكتوبر 2013

cERPEN tAK jUARA

Ini cerpen ku yang gak juara dalam kompetisi writing yang adain Rohto. Ya sambil belajar menulis gpp gak juara juga. judulnya LOVELY QUINTA. Cekidot..


Secara fisik Quinta bertubuh besar, badannya tinggi dan gemuk tapi dia cantik. Hanya karena gemuk saja wajahnya terlihat bulat. Secara kepribadian dia baik, tulus dan pintar. Tak heran  ia menjadi juara kelas. Sepertinya Quinta lebih pintar dibandingkan dengan aku.
Quinta adalah sahabatku. Sejak duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama aku dan Quinta menjalin persahabatan. Persahabatan aku dan dia sangat erat. Hingga aku  menganggapnya seperti saudara. Tidaklah sulit untuk berteman dengan Quinta karena dia orangnya supple alias mudah akrab dengan siapapun.
Persahabatan aku dan Quinta semakin dekat kala masuk kelas 3 SMP. Saat itu aku dan Quinta mempunyai pandangan berbeda, Quinta ingin masuk SMU favorit didaerahnya sedangkan aku  ingin masuk SMU favorit diluar daerah. Karena itu kami semakin dekat karena aku yakin jika aku nanti akan berpisah dengannya. Tak hanya itu, kedekatan aku dan Quinta juga terjalin karena Quinta yang menginjak pubertas. Ia sudah mulai merasakan apa arti cinta. Quinta selalu bercerita tentang Fredy si pemain basket. Sekolah kami kedatangan tim basket dari Sekolah Menengah Umum. Sengaja didatangkan untuk memotivasi murid SMP disekolahku. Disanalah  pertama kali Quinta melihat Fredy. Quinta bertanya kepadaku  mengenai Fredy. Ya tanggapanku standar saja karena memang Fredy jago bermain basket dan berpostur tinggi berkulit gelap.
Sepertinya rasa suka Quinta pada si pemain basket itu semakin tak terbendung. Quinta semakin sering membicarakan Fredy. Quinta si kutu buku itu sedang puber. Ia yang biasanya membicarakan  mata pelajaran, tak terdengar lagi. Yang dibicarakan selalu saja mengenai basket. Hingga ia mengikuti ektra kulikuler basket hanya untuk mencari peluang agar dapat bertemu kembali dengan Fredy.
Quinta mengajakku untuk menemaninya masuk tim basket. Dengan senang hati aku ikut tim sambil aku belajar mengenai banyak hal tentang olahraga basket. Kami pun dengan gembira mengikuti ektra kulikuler tersebut. Sedangkan Quinta sangat terlihat jelas sekali ia giat berlatih dengan sungguh-sungguh untuk menarik perhatian Fredy jikalau nanti bertemu kembali. Selama Quinta masih konsen pada pelajarannya aku rasa wajar saja. Aku tak bisa memberi komentar kepadanya karena aku belum mengalami pubertas.
Setiap minggunya Quinta mengalami perubahan drastis. Ia semakin menguasai tehnik dalam bermain basket. Tak pernah terpikir olehku untuk menjadikan Quinta sebagai sainganku dalam segala hal. Aku juga tidak pernah merasakan iri jika Quinta melebihi kemampuanku. Karena aku rasa pertemanan lebih menguntungkan dari pada persaingan. Quinta tak pernah pelit ilmu. Ia selalu saja mendiskusikan apa yang aku tidak tahu dan begitupun sebaliknya.
Dalam waktu tiga bulan berlatih akhirnya sekolah kami mengadakan acara pertandingan persahabatan dengan Sekolah Menengah Umum. Diantaranya dengan sekolah dimana Fredy belajar. Quinta sangat senang mendengar kabar itu. Ia semakin giat saja berlatih basket.
Pertemuan  kedua dengan Fredy terlaksana jua. Namun posisinya berbeda. Saat pertama kali bertemu aku dan Quinta hanya sebagai penonton pertandingan. Untuk yang kedua kali aku dan Quinta menjadi pemain yang akan bertanding dengan kakak kelas yang badannya tentu lebih tinggi dari aku dan Quinta. Tapi itu tidak mengurungkan semangat untuk tetap fokus pada pertandingan. Apalagi Quinta yang notabene sedang mengincar Fredy. Aku tak tahu apa yang akan dilakukan Quinta nanti saat pertandingan usai.
Dengan semangat Quinta menunjukan kemampuannya bertanding. Meski hanya pertandingan persahabatan aku yakin Quinta bisa membuat penonton berdecak kagum. Alhasil Quinta banyak mencetak poin. Dengan keringat bercucuran karena kelebihan  lemak  ia tetap total sampai akhir pertandingan. Skor terakhir unggul tim aku dan Quinta.
Setelah pertandingan selesai giliran aku dan Quinta menyaksikan pertandingan tim basket pria. Ini dia yang ditunggu-tunggu. Dengan seksama aku lihat Quinta sangat memperhatikan gerak gerik Fredy yang  kala itu sedang bermain basket. Aku bertanya pada Quinta saja ia tidak mendengarkan ucapanku saking konsentrasi melihat pujaan hati berlaga. Hingga detik pertandingan berakhir Quinta tidak berucap sepatah kata. Aku heran dibuatnya. Sedahsyat itukah pubertas? Cintanya Quinta pada Fredy? Namun aku tidak melihat  keberanian Quinta disini. Aku pikir Quinta akan mendekati Fredy dengan pura-pura berbicara maengenai pertandingan. Ternyata  tebakanku salah. Quinta hanya menitipkan salam melalui temannya yang ia rasa dekat dengan Fredy. Ah Quinta ternyata hanya sebatas itu keberaniannya menghadapi pria yang ia sukai.
Waktu berlalu begitu cepat. Pertemuan kedua dengan Fredy itu menjadi pertemuan terakhir dengan Quinta. Kedepannya tidak adalagi pertandingan persahabatan karena sudah dekat dengan ujian kelulusan. Berbulan bulan Quinta tidak pernah lagi membicarakan Fredy. Aku berusaha tanya langsung pada Quinta mengenai kabar perasaannya terhadap Fredy. Ia hanya menjawab nanti juga tahu sendiri. Aku semakin bingung saja dibuatnya.
Banyak teman sekolah yang mengetahui bahwa Quinta menaruh  hati pada Fredy karena bahasa tubuh Quinta. Apalagi teman satu tim selalu mengolok-olok Quinta dan Fredy saat bertanding persahabatan waktu itu. Sampai pertandingan itu berakhir pun Quinta masih jadi bahan olokan  teman-teman satu  tim. Quinta cuek saja sambil tersipu malu. Lalu tiba-tiba Quinta mengajakku menghampiri ketua tim kami, yaitu Nina. Nina adalah orang yang ia titipkan salam untuk Fredy. Rencananya Quinta mau bertanya tanggapan Fredy atas titipan salam dari Quinta. Kemudian Nina menjawab,
“ Kamu mau tahu apa yang Kak Fredy bilang mengenai salam darimu? Aku takut kamu sakit hati”
Aku semakin penasaran saja apa yang sebenarnya terjadi. Aku juga takut Quinta kecewa. Tak lama Quinta menjawab dengan nada cuek,
 “Kenapa harus kecewa? Biasa saja” ucapnya.
“Fredy sebenarnya malu karena sudah tersebar gosip bahwa Quinta menyukai Fredy. Fredy bilang Quinta bukan tipe perempuan yang ia suka karena badan Quinta gemuk.” Ucap Nina.
Aku serasa disambar petir mendengar  ucapan Nina, apalagi Quinta. Bagaimana perasannya setelah mendengar perkataan  Nina? Aku terus menatap wajah Quinta. Diraut muka dinginnya, tampak garis kekecewaan. Ya Tuhan, aku tak sanggup mendengarnya. Sebagai sahabat aku tak pernah mendengar Quinta disakiti.
Tak lama aku mengajaknya pulang. Sepanjang perjalanan Quinta tak berucap sepatah kata. Aku coba mencairkan suasana hati dengan bercerita lucu dan ia masih merespon candaanku.
Sampai didepan rumah Quinta, aku dibujuknya untuk menginap dan kebetulan  besok hari libur sekolah. Karena orangtua aku dan Quinta juga sudah sama-sama tahu jadi orangtuaku memperbolehkan menginap untuk yang pertama kali aku diperbolehkan menginap dirumah teman.
Menjelang malam Quinta mengajakku untuk membuat prakarya. Tapi aku dan Quinta kekurangan bahan lalu kami pergi ke toko buku untuk membeli bahan. Sampai dirumah aku dan Quinta melanjutkan prakarya tersebut. Aku heran  kenapa tidak mendiskusikan terlebih dahulu. Quinta hanya menyuruhku meneruskan  pekerjaan yang polanya dibuat oleh Quinta. Ya aku  ikuti saja kemauannya. Setelah beberapa menit berlalu, Quinta mulai berbicara sesuatu mengenai Fredy. Ternyata Quinta mau memberikan sesuatu pada Fredy yaitu  prakarya yang sedang aku dan Quinta kerjakan. Prakarya itu berupa guntingan-guntingan karton berwarna pink dengan bentuk love kemudian  pada tengah-tengah guntingan love tersebut diberi hurup dan  disambung memanjang. Setiap bentuk love ia sambungkan menjadi rangkaian  love yang bertulisan “Fredy I love you.”
Aku sempat tak setuju dengan tulisan  itu. Kemudian Quinta berdalih bahwa ia ingin Fredy tahu jika Quinta tak hanya sekedar suka padanya, tapi ia ingin menunjukan bahwa Fredy itu cinta pertamanya. So sweet. Aku salut pada Quinta. Pantas saja ia mengajakku menginap. Ternyata ia membutuhkan bantuanku untuk membuat prakarya itu. Jika aku diposisi Quinta mungkin aku sudah menangis sendirian dikamarku. Aku mungkin tak sanggup menerima kenyataan  pahit dan aku belum siap untuk itu. Malam semakin larut akhirnya prakarya itupun beres. Kami pun bergegas tidur.
Pagi hari, Quinta dan aku pergi  mencari rumah Fredy. Ya ampun Quinta, aku bingung dengan tingkahmu ini. Apalagi yang akan ia lakukan jika bertemu dengan Fredy! Quinta berharap bertemu Fredy dan memberikan prakarya itu. Sebagai sahabat aku mau saja ikut bersamanya tapi aku takut Quinta kecewa untuk yang kedua kalinya. Aku tak tega melihat dan mendengar kata-kata yang menyakiti perasaan sahabatku. Mau bagaimana lagi aku harus menemani Quinta mencari rumah Fredy. Dalam hati kecilku berharap agar Quinta tegar menerima apapun yang terjadi nanti.
Tidak sulit mencari rumah Fredy karena Quinta sudah mengetahui alamat Fredy dari Nina. Setelah aku dan Quinta berada didepan  rumah Fredy, Quinta diam sejenak dan kemudian memencet bel rumah Fredy. Tiba-tiba ada perempuan separuh baya membukakan pintu gerbang kemudian bertanya, “ mau cari siapa”? ucap perempuan itu.
“Saya mau bertemu Kak Fredy. Kak Fredy nya ada?”  Tanya Quinta.
“Oh Fredy nya lagi keluar, tidak ada dirumah” jawabnya.
Tak lama Quinta memberikan perempuan itu prakarya yang sudah dibungkus amplop besar untuk disampaikan kepada Fredy. Setelah itu kami pergi tanpa masuk terlebih dahulu kerumah Fredy.
Dalam perjalanan  menuju rumah Quinta. Quinta bercerita bahwa itu terakhir kalinya ia  menyimpan rasa untuk Fredy. Quinta sudah tidak mau memikirkan Fredy lagi. Dengan mengungkapkan isi hatinya melalui prakarya itu, hati Quinta sudah lega. Aku baru mengerti maksud dan tujuannya. Lalu ia membicarakan ujian  yang tinggal menghitung hari. Aku juga berpesan pada Quinta untuk tetap belajar meraih cita-cita.
Aku dan Quinta mulai fokus pada pelajaran, hingga ujian  tiba kami tetap bersama-sama. Setelah beberapa hari mengikuti ujian akhirnya tiba pada hasil pengumuman ujian. Dengan hati yang berdebar-bedar takut kecewa dengan hasil yang kurang memuaskan, aku dan Quinta tak henti berdoa. Dan akhirnya Quinta lulus diterima di SMU favorit dan aku lulus diterima di SMU favorit yang berbeda. Aku senang sekaligus sedih karena harus berpisah dengan Quinta. Namun Quinta meyakinkanku bahwa persahabatan kami tidak akan putus karena jarak yang memisahkan.
Seiring waktu berjalan  tak terasa tiga tahun aku tidak bertemu dengan Quinta. Mungkin Quinta sudah lupa padaku karena tidak ada komunikasi selama tiga tahun. Aku dan Quinta sibuk dengan lingkungan  yang baru. Dan tidak pernah ada kesempatan untuk bertemu ataupun berkomunikasi. 
Suatu hari ketika aku sedang mendaftar ke perguruan tinggi tiba-tiba aku bertemu orangtua Quinta dan memintaku untuk datang kerumah karena kebetulan Quinta sedang ada dirumah. Ia juga sedang mendaftar ke perguruan tinggi. Mudah-mudahan saja aku dan Quinta menjatuhkan pilihan pada kampus yang sama sehingga aku dan Quinta bisa bersama seperti dulu. Aku senang mendengar Quinta ada dirumah. Ini kesempatanku untuk bertemu dengan Quinta untuk itu aku bergegas ikut dengan orangtua Quinta untuk bertemu sahabatku.
Tiba dirumah aku langsung merangkul Quinta dan bercanda tawa. Begitu bahagianya bisa dekat kembali dengan sahabatku. Namun ada yang sangat aneh dipenglihatanku, Quinta menjadi langsing. Badannya sudah tidak gemuk lagi, pipinya sirus tidak bulat seperti dulu. Quinta tampak cantik sekali, aku pangling dibuatnya. Quinta juga memelukku erat dan sejenak aku dan Quinta berbincang menanyakan kabar masing-masing, bagaimana kehidupan berlangsung ketika aku dan Quinta saling berjauhan dan tidak ada komunikasi sama sekali.
Saking serunya aku dan Quinta bercerita, ada sosok yang terlupakan. Sesosok pria tampan berkulit putih sedang duduk disofa. Terlihat pria itu memandangi aku dan Quinta. Quinta mengajakku untuk duduk disofa kemudian berkenalan dengan pria tersebut dan ternyata pria itu adalah  pacar Quinta. Tambah terkejut aku oleh hal-hal baru  yang dialami Quinta. Ternyata banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi pada Quinta, hanya satu ia tidak berubah, ia masih menganggapku sebagai sahabatnya.  
Pria itu lalu bercerita padaku mengenai dirinya yang baru pertama kali berkunjung kerumah Quinta dan juga bercerita mengenai aku karena Quinta bercerita banyak tentang aku yang bersahabat sejak duduk dibangku SMP. Bangga sekali mendengarnya. Ternyata Quinta tidak pernah melupakanku meski jarak terbentang.

Tak lama pria itu pamit. Setelah pria tersebut diantarnya sampai pintu gerbang, Quinta menghampiriku dan bercerita tentang dirinya yang giat berolahraga untuk melangsingkan badan. Dalam satu  minggu Quinta berolahraga sebanyak 2 kali.  Quinta tdak megurangi makan atau diet tapi ia giat berolahraga saja. Aku pikir Quinta diet dengan mengurangi makan atau minum obat pelangsing ternyata rahasia langsingnya hanya berolahraga secara teratur. Lalu ia bercerita tentang sesosok pria tampan tadi. Pria itu adalah alumni di SMU dimana Quinta sekolah. Ia pemain basket juga, tepatnya pelatih basket tim Quinta di SMU. Dari cerita yang singkat itu saja aku sudah bisa menebak mungkin saja pria tadi itu adalah teman angkatan Fredy. Karena SMU favorit Quinta adalah tempat dimana Fredy sekolah. Dan ternyata tebakanku benar. Pria tersebut adalah angkatan Fredy. Satu  tim basket juga dengan Fredy. Saat kami dulu bertanding dengan sekolahnya, pria tersebut tidak terlihat karena sedang cedera kaki. Menurut cerita Quinta, ia sama sekali tidak tahu jika pelatih basketnya adalah angkatan Fredy. Setelah sering bertemu dengan pria tersebut, cintapun bersemi. Quinta menerima cinta pelatih basket itu. Kemudian kesempatan bertemu Fredypun ada. Namun Quinta dikenalkan oleh pelatih basket itu pada Fredy yang notabene mereka bersahabat juga seperti persahabatanku dan Quinta. Quinta pura-pura tidak tahu saja. Seperti orang baru kenal padahal Fredy adalah cinta pertamanya yang menyakitinya. Sekarang Quinta sudah  punya pacar yang lebih segala-galanya  dari Fredy. Itulah yang diceritakan Quinta padaku. Ia tetap semangat menghadapi kenyataan pahit dan berakhir dengan indah.

الثلاثاء، 8 أكتوبر 2013

Bingung

Setelah mengedit cerita Cinta Pistol. Aku mulai dilanda galau. Naskah ini sudah pernah diajukan ke penerbit namun sepertinya ditolak karena sampai sekarang tidak ada balasan dari pihak penerbit. Sudah satu tahun lebih lamanya.

Cara mudah memang bagi seorang penulis untuk mengirim naskah ke penerbit. Tapi apa tidak bisa kita buat sendiri buku yang kita buat dan kita terbitkan sendiri?

Self publishing jawabannya.

Setelah aku cari-cari ternyata tidak mudah juga kita menggunakan jasa self publishing yang sudah menjamur dimana-mana.

Urus ISBN nya, Cover bukunya, Editan naskahnya dll.

Tadinya aku malas ajukan ke penerbit itu karena kita sebagai penulis cuma mendapatkan tidak lebih dari 5 persen dari harga jual.

Yang lebih parah lagi ada yang menawarkan self publishing tapi harga jual buku sudah dipatok, harus lebih dari 32ribu.

hello

Bagaimana buku disebut terjangkau kalau  harganya sangat melangit. Dan yang lebih bikin saya meneteskan ilerr..hee dari harga jual misalkan 42rb kita cuma dapat royalti 600 perak..

OMG..

menulis fiksi itu tidak gampang lho. Butuh imaginasi tinggi, butuh waktu.

Semakin bingung saja.

Siapa tahu dari kalian  yang baca blog saya, bisa memberi saya solusi tanpa harus ssaya menjadi galau lagi seperti ini.

Naskah saya memang belum seperti naskah para ahli fiksi tapi setidaknya saya sudah menyelesaikan naskah fiksi saya dan saya bangga sekali.

Need Suggestion Please 

الاثنين، 7 أكتوبر 2013

Perwira Polisi Berusaha Menggagahi

Seorang pria tampan berpangkat perwira polisi mempunyai banyak pacar. Di satu sisi dia berprestasi dalam pekerjaannya karena berhasil menangkap gembong narkoba, disisi lain tingkahnya yang selalu bergonta ganti pasangan membuat cerita ini semakin menarik.

Suatu hari dia bertemu seorang wanita yang tampak berbeda dari koleksi wanitanya, ia berusaha menggagahinya.

Apa yang terjadi selanjutnya? Tunggu kisah polisi tersebut di cerpen "Cinta Pistol" karya Ina Risdiani.

الأربعاء، 2 أكتوبر 2013

Lelucon

Bangun di pagi hari, sudah mendengar berita tentang penangkapan ketua MK. Mungkin hanya setingan beberapa orang yang tidak suka padanya, itu dugaan awal. Setelah berkali-kali membaca berita, ternyata murni kasus korupsi.

Sebagai rakyat cukup kecewa dengan adanya kasus ini. Karena untuk mendapatkan SEBUAH jabatan yang bergelimang kemewahan itu sanganlah SUSAH. Butuh pengorbanan. Bahkan yang sudah banyak berkorban saja masih sulit, apalagi yang instan. Yang bisanya berleha-leha, tanpa bekerja keras.

Tapi  itulah hidup. Kita tidak pernah tahu kapan dia naik dan kapan dia jatuh. Semakin cepat naik, semakin cepat pula jatuh.

Rakyat ini sudah susah, biaya sehari-hari tidak cukup dengan penghasilan yang minim. Belum biaya anak, pendidikannya dan lain-lainnya.

Lihat lah perjuangan seorang kakek tua yang mengais rezeki dengan menjadi tukang parkir. Berapa penghasilannya? sedangkan biaya hidupnya sangatlah besar, listrik harus bayar, untuk makan istri dan anak, untuk beli gas atau beli minyak tanah, biaya anak sekolah dll.

Hai orang-orang yang berduit, masih enak kah kalian tidur? Ketika ada sebagian orang diantara mu yang berkesusahan seperti itu? masih enak kah kamu ketika ada sebagian orang diantara mu kesakitan dirumah sakit kemudian tidak bisa membayar biaya rumah sakit? Masih enak kah kamu ketika Tuhan memberi mu kelebihan dan sebagian orang disekitarmu berkesusahan?

Miris!

Sebagai rakyat tidak mau atau tidak meminta belas kasihan kalian. Tapi syukurilah apa yang sudah kalian dapat dengan bekerjalah atasnama rakyat.

Bersyukurlah kalian diberikan kenikmatan jabatan

Bersyukurlah kalian diberikan kenikmatan sandang pangan

Bersyukurlah kalian diberi kesehatan

Kalian memang berbeda dari kami. Kami  hanya seekor tikus yang hidup digorong-gorong. Tapi jangan salahkan kami, janganlah bawa-bawa nama kami dan jangan menyakiti kami ketika sesuatu hal menimpa kalian.

Kalian berbeda dari kami








الثلاثاء، 1 أكتوبر 2013

Ina Risdiani_Cinta Tak Berbalas

Cerpen Cinta Tak Berbalas



Satu tahun yang lalu aku bertemu dengan teman dimasa kecil via twitter. Senang rasanya bertemu dengan sahabat kecilku tapi sayangnya dia sudah besar sepertiku sekarang. Aku tidak pernah berkomunikasi dengannya hampir 12tahun lamanya, tiba-tiba bertemu disaat aku dan dia sudah sama-sama dewasa.
Satu hal yang aku sadari darinya, ia menyebutku dengan sebutan "Rayuan Pulau Kelapa." Aku sedikit mengerutkan dahi, kenapa dia menyebutku dengan sebutan itu! Kemudian ia bercerita padaku bahwa aku dulu selalu bernyanyi. Aku tak menyanyikan lagu anak-anak seusiaku seperti lagu si lumba-lumba atau semut-semut kecil.
Sepertinya aku lebih sering mendendangkan lagu seperti Padamu Negeri, Indonesia Raya, Dari Sabang Sampai Merauke dan Rayuan Pulau Kelapa. Entah kenapa aku senang menyanyikan lagu kebangsaan daripada lagu anak-anak.
Sejak duduk disekolah dasar hingga duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama, orangtuaku melarangku untuk tidur diatas jam 9 malam sehingga aku tidak pernah nonton acara TV dimalam hari.
Masih teringat diotakku ketika teman-teman SMP membicarakan salah satu film yaitu Melrose Place. Kalau tidak salah film itu tayang jam 10 malam. Rasa-rasanya aku ketinggalan jaman karena aku tidak tahu sama sekali tentang film itu sedangkan disekolahku film itu sudah menjadi trending topik dikalangan teman-teman sekelas.
Aku terbiasa menonton berita setiap hari, karena orangtuaku menjadi penguasa remot TV jadi apa boleh buat, aku ikut-ikutan nonton berita saja.
Seiring waktu berjalan dengan kebiasaan yang tidak berubah, secara tidak langsung aku semakin tertarik untuk mengetahui berbagai berita terkini. Seperti berita tentang keakraban Perdana Menteri Malaysia dengan Presiden kita kala itu yang mendapat julukan Bapak Pembangunan. Saat itu juga aku melihat berita di TV bahwa ada indikasi kecurangan dalam pemilihan presiden, dimana ketika sudah saatnya Pilpres, para Tenaga Kerja Indonesia yang berada di Malaysia dengan sengaja dipulangkan ke Indonesia untuk mengikuti Pemilu Pilpres dan tentunya harus memilih salah satu kandidat pilpres yaitu Bapak Pembangunan.
Namun karena usiaku yang belum dewasa jadi aku cuek saja dengan pemberitaan tersebut. Bahkan aku sempat membaca majalah langganan orangtuaku yaitu D and R dan Tempo. Karena kepolosanku, membaca majalah tersebut hanya untuk mengasahku memperlancar dalam membaca, hanya itu saja.
Bertahun-tahun terlewati, garis di wajahku sudah mulai terlihat, aku kuliah di jurusan hukum perdata. Pada semester pertama, terbersit dipikiranku untuk menjadi pengacara.
Dengan giat aku kuliah, belajar serius tapi entah mengapa orangtuaku berencana memindahkanku ke Sekolah Tinggi Ekonomi.
Darisanalah asal muasal tumbuhnya kedewasaanku. Aku bersikukuh untuk ambil jurusan Hukum. Aku berjanji akan mendapatkan nilai bagus, dan tidak akan bolos kuliah. Orangtuaku begitu protektif karena aku tidak lulus kuliah Diploma , aku tergila-gila pada bilyard. Aku berangkat dari rumah dengan tujuan kuliah, padahal aku bolos.
Orangtua mana yang tidak kecewa melihat anaknya tidak lulus kuliah. Sebenarnya aku bolos kuliah karena terlalu menyepelekan mata pelajaran. Karena yang menentukan lulus tidaknya kuliah pikirku saat itu adalah ujian.
Ketika mau ujian semester terakhir, aku ditolak masuk ruangan ujian karena aku jarang kuliah sedangkan semua biaya kuliah aku sudah lunasi. Sebenarnya bisa saja aku mengulang tapi orangtua terlanjur kecewa jadi berdiam dirilah aku dirumah merenungi nasib. Aku sempat menjadi pengangguran selama 3bulan sebelum kuliah lagi di Fakultas Hukum.
Aku  lanjutkan kuliahku di fakultas hukum dengan harapan terakhir dari orangtua. Berharap aku bisa lulus dengan nilai yang bagus pula. Karena tekadku sudah bulat dan ditunjang dengan aksi, aku lulus kuliah S1 dengan cum laude, dalam waktu 3tahun setengah aku bisa lulus. Teman-temanku belum lulus, aku dan beberapa teman lainnya sudah duluan lulus. Terbersitlah dipikiranku untuk menjadi jaksa, yang tadinya bercita-cita jadi pengacara.
Cita-cita memang boleh setinggi langit tapi ternyata tidak kesampaian. Aku malah menikah dengan pegawai Kejaksaan. Hidup memang harus terus disyukuri daripada hidup dalam penyesalan. Aku tidak mau menyesali dengan apa yang sudah aku raih. Sebelum menikah aku sudah merasakan pahitnya bekerja demi sesuap nasi selama 5tahun. Dan aku juga sempat meneruskan kuliah di sekolah tinggi ekonomi jurusan Sumber Daya Manusia.
Disela-sela perjalanan berumah tangga, aku berniat ikut menjadi kader partai politik tapi setelah didalami, tak sejalan dengan pemikiran dan prinsip hidupku. Susah sekali untuk menjadi wakil rakyat padahal dari lubuk hati yang paling dalam sudah tertanam rasa menyayangi sesama umat. Bilamana aku menjadi wakil rakyat, aku tidak akan melupakan segala kesusahan dan penderitaan rakyat.
Bangsa ini sudah terbiasa dengan politik uang. Uang yang berkuasa, tanpa uang semua tidak jalan tapi jika ada uang, apapun bisa dilakukan. Segala kesulitan rakyat dijadikan keuntungan demi merauk keuntungan pribadi. Setelah terpilih menjadi wakil rakyat mereka lupa diri, terlena.
Dari ceritaku dimasa silam, tertanam dalam darahku tanpa sengaja untuk mencintai negara ini meski aku belum bisa berbuat apa-apa demi bangsa ini. Aku belum bisa mengharumkan negara ini, belum bisa berbuat sesuatu untuk rakyat. Alhasil aku mengundurkan diri dari partai politik tersebut.
Meski aku sekarang sudah mempunyai anak satu, bernama Affandi, aku hobi sekali berselancar didunia maya. Aku bisa mengetahui semua hal dari om Google biar tetap gaul dan tak ketinggalan jaman. 
Suatu hari aku baca salah satu buku di website pribadi salah satu penulis yang berisi tentang Indonesia dalam perspektif minus. Senang sekali aku membacanya, setidaknya menambah wawasanku. Beginilah kutipan tulisan dari website penulis tersebut “Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu,
Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi berterang-terang curang susah dicari tandingan,
Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek secara hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,
Di negeriku komisi pembelian alat-alat besar, alat-alat ringan, senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan peuyeum dipotong birokrasi lebih separuh masuk kantung jas safari,
Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal, anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden, menteri, jenderal, sekjen, dan dirjen sejati, agar orangtua mereka bersenang hati,
Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum sangat¬sangat-sangat-sangat-sangat jelas penipuan besar¬besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,
Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan sandiwara yang opininya bersilang tak habis dan tak putus dilarang-larang
Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata supaya berdiri pusat belanja modal raksasa,
Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah, ciumlah harum aroma mereka punya jenazah, sekarang saja sementara mereka kalah, kelak perencana dan pembunuh itu di dasar neraka oleh satpam akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat,
Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia dan tidak rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli, kabarnya dengan sepotong SK suatu hari akan masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi,
Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan, lima belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,
Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja, fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,
Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat jadi pertunjukan teror penonton antarkota cuma karena sebagian sangat kecil bangsa kita tak pernah bersedia menerima skor pertandingan yang disetujui bersama,
Di negeriku rupanya sudah diputuskan kita tak terlibat Piala Dunia demi keamanan antarbangsa, lagi pula Piala Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil karena Cina, India, Rusia dan kita tak turut serta, sehingga cukuplah Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,
Di negeriku ada pembunuhan, penculikan dan penyiksaan rakyat terang-terangan di Aceh, Tanjung Priuk, Lampung, Haur Koneng, Nipah, Santa Cruz, Irian dan Banyuwangi, ada pula pembantahan tarang-terangan yang merupakan dusta terang-terangan di bawah cahaya surya terang-terangan, dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai saksi terang-terangan,
Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada, tapi dalam kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang menyelam di tumpukan jerami selepas menuai padi.

Baru saja membaca halaman pertama dari buku tersebut, darahku mendidih, tulang-tulangku seperti terbakar. Begitu mirisnya Negara ini, Negara yang ku cintai. Aku tahu minusnya Negara ini, tapi aku tidak tahu bahwa minusnya negara ini dibuat oleh manusia. Selama ini aku berpikir bahwa Indonesia memang kekurangan SDM yang handal tapi kenyataannya adalah banyak pejabat yang merauk keuntungan pribadi, memperkaya diri diatas penderitaan rakyatnya.
Dulu aku yakin dan percaya pada Komisi Pemilihan Umum tapi sejak aku baca buku di website penulis itu, aku langsung terperdaya dan sekelebat kilat aku tak percaya lagi.
Sebenarnya Indonesia adalah Negara yang kaya akan sumber daya alam tapi sekelompok orang mengambil jatah rakyat dan masuk ke kantong pribadi mereka. Banyak petani, menanam padi, menanam jagung, kedelai tapi masih saja negara ini butuh impor dari negara lain.
Rakyat dibebani pajak, tetap saja banyak jalan raya yang rusak parah. Terlebih lagi di jalan Balaraja Banten, jalan menuju taman bunga nusantara, jalan di Gedebage Bandung dan masih banyak lagi jalan yang rusak.
Apa yang bisa di andalkan dari negara tercinta ini? Rakyat yang sudah jelas mengharumkan nama bangsa dengan meraih medali emas, hanya dihargai sedikit saja karena jatah mereka sudah dipotong pengurus.
Kalau sudah begitu, masihkah kita bangga pada negara Indonesia? Negara yang selama ini kita berpijak, negara yang selama ini kita junjung tinggi kehormatannya, negara yang selama ini kita idam-idamkan.
Cintaku pada negeri ini seperti bertepuk sebelah tangan. Aku mencintainya tapi dia tidak mencintaiku, dia tidak memberiku ketenangan, dia tidak memberiku kemakmuran, kesejahteraan.
Jika negara ini dikelola dengan baik mungkin aku bisa merasakan belaiannya yang lembut dan merasakan kebahagiaan yang hakiki.
Dilubuk hati yang paling dalam, aku
menanti sebuah jawaban. Jawaban akan kecintaanku pada negeri ini, akankah terbalaskan?

Holiday


Holiday To Pangandaran

Featured Post

Synopsis Movie Hollywood , THE SCARS

Popular Posts